السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ و عليكم السلام والرحمة الله وبركاته

Jumat, 28 Maret 2014

-_-_-_DRAWING_-_-_- MY COLLECTION #2

THE 3 AVENGER


 ITACHI AKATSUKI


 DAISUKE SATOSHI


 MINATO NAMIKAZE


 ITACHI YOUNG



 FRIEND'S DRAW 1


 ANIME COUPLE


 FRIEND'S DRAW 2


 AKHWAT DRAW


 ANIME SCHOOL


 IKHWAN DRAW 2


 DETECTIVE CONAN 1


 FRIEND'S DRAW 3


 DETECTIVE CONAN 2


 YO DAWG!


 SHIRO


 ANIME DRAW
 MOSLEM ANIME


 KAKASHI ANBU


 BLEACH 1


 BLEACH 2


NARUTO DRAW
»»  yang lain bede'...

Selasa, 25 Maret 2014

SAAT KEHILANGAN ORANG ORANG TERCINTA

Saat-Kehilangan-Orang-Orang-Tercinta
Sebuah pepatah mengatakan setiap perjumpaan pasti ada perpisahan. Setiap sesuatu yang datang pasti akan pergi. Setiap yang lahir pasti akan mati. Tidak ada yang tetap di dunia ini, semuanya akan berubah. Yang Maha Kekal hanyalah Allah SWT. Hal itu sudah ditetapkan oleh Allah SWT:

كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ ﴿٢٦﴾ وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ ﴿٢٧﴾

Artinya: “Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan (yang) tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (Q.S. Ar-Rahmaan (55):26-27)
Hidup ini memang terkadang tidak bisa memilih. Kita tidak bisa menghindar dari bagian pahit dari kehidupan. Seuatu ketika seseorang harus kehilangan orang-orang yang sangat dicintainya. Karena itu semua adalah bagian dari kehidupan kita. Semuanya harus diterima dengan lapang dada sebagaimana ketika pertama kali menerima orang yang dicintai tersebut. Memang sudah menjadi sunnatullah bahwa sesuatu itu ada dan tiada. Berawal dari tidak ada kemudian jadi ada dan terakhir nantinya akan kembali menjadai tiada. Itu adalah hal yang sudah pasti dan tidak ada yang bisa menawar atau menghindar.
Namun terkadang banyak diantara kita yang tidak bisa melihat dari sisi yang lain dari hilangnya orang tercinta. Kita biasanya hanya melihat dari sisi ‘kita’nya tanpa berusaha melihat dari sisi-sisi lainnya, sehingga ketika ada orang yang dicintai telah pergi, kita langsung mengukur dan menilainya berdasar sudut pandang kita. Maka ketika hal itu tidak sesuai dengan keinginan atau bertentangan dengan apa yang kita harapkan, tentu kita tidak akan begitu saja menerima apa yang telah terjadi itu. Kita sering kali menyalahkan orang lain atau sesuatu faktor lain atas kejadian yang tidak sesuai dengan keinginan kita, bahkan tidak jarang ada orang yang secara tidak tahu diri dan begitu sombongnya sampai-sampai berani menyalahkan Allah SWT atas perginya orang yang dicintainya. Sungguh malang nasib orang seperti itu. Naudzubillah min  dzaalik.” Hendaknya orang yang sedang merasakan kesedihan yang cukup mendalam berkaca kepada orang lain yang nasibnya jauh lebih sedih dan sakit dari pada apa yang telah menimpa padanya.
Simaklah sebuah kisah nyata berikut. Di hari terjadinya gempa di Yogya, rekan akhwat ini telah bersiap-siap pergi kajian pagi ke Masjid Mardliyah dekat kampus. Baru selesai mengenakan kaos kaki sebelah kanan, ternyata rumahnya seperti digoncang, belum sempat dia berlari keluar rumah. Akhirnya, jadilah sekeluarganya tertimpa bangunan di dalam rumah. Namun ternyata Allah masih memudahkannya untuk bisa keluar dari reruntuhan itu dan mendengar sang bapak merintih-rintih. Dengan dibantu tetangganya, akhirnya bapaknya dan adik perempuannya bisa ditemukan. Dalam beberapa saat kemudian, ibunya juga ditemukan, tapi sungguh kondisinya sangat menyedihkan. Bagian kepalanya nyaris remuk dan seketika beliau telah diambil oleh Sang Khalik. Adik laki-lakinya saat ditemukan, tertimbun reruntuhan bangunan dan saat akan dibawa ke rumah sakit, adiknya meninggal. Tak bisa dibayangkan, kesedihannya saat itu. Dalam hitungan jam, dia kehilangan orang-orang yang dicintainya.
Mungkin kita mengira bahwa begitu sedihnya orang ini. Namun demikian, ternyata setelah beberapa waktu kemudian. Orang ini berjalan menuju tempat yang lebih aman. Ketika dia berjalan bertemu dengan anak kecil yang kira-kira berumur 6 tahun sedang menangis kencang, dia berteriak-teriak memanggil ibu dan bapaknya. Ternyata kedua orang tuanya telah tertinbun rumah yang roboh. Dan ketika ditanya apakah dia punya saudara ternyata dia tidak memiliki saudara. Mendengar itu perempuan langsung terhenyak, ternyata yang tadinya dia mengira bahwa dirinyalah yang paling sedih di dunia ternyata ada orang yang jauh lebih sedih lagi dari pada dirinya.
Dari kisah di atas kita bisa mengambil pelajaran bahwa terkadang kita mengukur kesedihan itu hanya pada diri kita sendiri, dan jarang kita melihat orang yang lebih sedih dan sengsara di bawah kita. Sehingga kita sering putus asa dan terkadang meyalahkan pihak lain. Dalam sesaat saja, jika Allah menginginkan, maka dalam sekejab itu pula, titipan itu diambil-Nya. Oleh sebab itu, seperti rumusnya tukang parkir, yang menjaga amanatnya dengan sebaik-baiknya, dan rela jika diambil oleh sang pemiliknya kembali. Karena titipan adalah titipan, tak bisa selamanya menjadi milik kita.
Tidaklah pantas kita putus harapan jika ditinggal pergi oleh orang yang tercinta. Karena Nabi kita Muhammad SAW telah mengalami hal itu dan keadaan Beliau jauh lebih buruk dan lebih menyedihkan.
Kalau kita baca sejarah hidup Rasulullah SAW, sebelum peristiwa isra’ mi’raj terjadi, Rasulullah SAW mengalami musibah duka cita yang sangat mendalam. Beliau ditinggal mati oleh istrinya tercinta, yang begitu setia menemani dan menghiburnya dikala orang lain masih mencemoohnya. Belum habis kesedihan beliau, lalu ditinggal oleh pamannya, Abu Thalib, yang sangat melindungi aktivitas Nabi SAW. Begitu sedih Rasulullah SAW, dalam waktu yang berdekatan ditinggal pergi selamanya oleh dua orang yang sangat dicintainya. Namun demikian Rasulullah SAW tetap sabar dan tidak putus asa menghadapinya. Beliau yakin bahwa Allah SWT pasti akan menghiburnya. Dan benarlah, beberapa waktu kemudian Allah SWT menghiburnya dengan perjalanan Isra’ mi’raj.
Hikmah yang bisa kita ambil dari kejadian tersebut adalah setiap kesedihan pasti akan diganti oleh Allah SWT dengan imbalan yang lebih baik. Tidak ada perbuatan yang lebih baik dari pada sabar bagi orang yang sedang dirudung kesedihan karena ditinggal pergi selamannya oleh orang-orang dekatnya. Karena sudah banyak bukti yang ditunjukkan Allah SWT kepada kita, bahwa seorang hamba yang ditinggal mati oleh orang dekatnya, kemudian dia bersabar pasti akan diganti dengan yang lebih baik.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, menyebutkan bahwa: “Anak Abu Thalhah menderita suatu penyakit, lalu meninggal dunia. Ketika itu, Abu Thalhah sedang bepergian. Tatkala istrinya mengetahui bahwa anaknya telah meninggal dunia, ia menyiapkan sesuatu dan meletakkannya di samping rumah. Ketika Abu Thalhah datang, dia bertanya?, Bagiamana keadaan anak kita?” Istrinya menjawab, “ jiwanya sudah tenang dan dia telah istirahat. Abu Thalhah menyangka bahwa istrinya jujur. Lalu dia menghabiskan malam itu (berkumpul dengan istrinya), dan ketika tiba waktu pagi, ia pun mandi junub. Ketika hendak bepergian, istrinya memberitahukan kepadanya bahwa anaknya telah meninggal. Setelah itu, ia shalat bersama Nabi SAW dan mengabarkan tentang apa yang terjadi padanya. Maka Rasulullah SAW bersabda: ‘Semoga Allah memberikan berkah untuk kalian berdua (atas apa yang kalian perbuat) pada malam itu. ‘Kemudian Sufyan menuturkan bahwa seorang laki-laki dari Anshar berkata, ‘Aku melihat keduanya memiliki sembilan anak yang seluruhnya hafal al-Qur’an.” (H.R. Bukhari (1301).
Berdasarkan hadits ini, kita bisa mengambil pelajaran bahwa hanya dengan kehilangan satu orang yang paling dicintai, namun dihadapi dengan sabar, pasrah dan berdoa memohon kebaikan kepada Allah SWT, maka diganti dengan lebih banyak dan lebih baik.
Dalam hadits yang lain, Rasulullah SAW memberikan kabar gembira untuk menenangkan hati orang-orang yang ditinggal mati oleh orang-orang yang dicintainya. Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah dua orang muslim yang meninggal diantara keduanya tiga orang anaknya yang belum baligh, melainkan Allah akan mengampuni keduanya karena karunia Allah kepada mereka.” (H.R. Imam Ahmad (3544).
Kita juga patut belajar kepada Urwah bin Zubair, ketika kakinya terpotong, ia berkata, “Segala puji bagi Allah SWT, Dia telah mengambil satu anggota badan dan masih memberikan nikmat lainnya yang lebih banyak. Allah mengetahui bahwa sama sekali aku tidak pernah berjalan untuk tujuan yang haram. “ lalu dikatakan kepadanya, ‘Anakmu telah terjatuh dari atas tembok sehingga lehernya patah lalu meninggal dunia.’ Maka Urwah pun menjawab: ‘Segala puji bagi Allah, jika Engkau telah mengambil satu anakku, Engkau masih menyisakan yang lainnya. Maka bagi-Mu segala pujian atas apa yang telah engkau ambil dan bagi-Mu segala pujian atas apa yang Engkau sisakan.” Demikianlah seharusnya kita bersikap apabila orang yang kita cintai diambil Allah SWT. sebab Allah SWT telah memberikan nikmat yang lebih banyak dan lebih besar selain itu. Mungkin saja kita telah menikmati pemberian Allah SWT selama puluhan tahun, lalu Allah hanya mengambil satu saja yang kita cintai. Maka, tidaklah patut kita berkeluh kesah apalagi putus asa.
Selain itu ada sebuah hadits qudsi yang memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang ikhlas ditinggal mati oleh orang yang dicintainya.

عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى يَا مَلَكَ الْمَوْتِ قَبَضْتَ وَلَدَ عَبْدِي قَبَضْتَ قُرَّةَ عَيْنِهِ وَثَمَرَةَ فُؤَادِهِ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَمَا قَالَ قَالَ حَمِدَكَ وَاسْتَرْجَعَ قَالَ ابْنُوا لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَسَمُّوهُ بَيْتَ الْحَمْدِ

Artinya: “Allah SWT berfirman kepada Malaikat Maut, sudahkah engkau cabut nyawa anak kesangan dan permatahati hamba-Ku?, Malaikat menjawab: ‘sudah’. Allah bertanya: ‘Apa yang diucapkan hamba-Ku’. Malaikat menjawab: ‘hamba-Mu memuji-Mu dan ber-Istirja’ (mengucapkan Innalillahi wainnaa ilaihi raaji’uun). Kemudian Allah SWT berfirman: ‘Bangunkan rumah di surga untuknya dan berilah nama rumah itu dengan baitul hamdi.”(H.R. Imam Ahmad, 18893).
Kebanyakan hadits menyebutkan anak-anak saja yang dianggap orang-orang kesayangan. Karena memang secara umum anak-anak adalah kesayangan dan permati hati setiap orang tua, apabila buahhatinya hilang tentu menimbulkan kesedihan yang amat mendalam. Namun semua orang yang dicintai adalah termasuk dalam golongan ini, baik anak, bapak, ibu, suami, istri dan orang-orang dekat yang dicintainya.
Rasa cinta seseorang memang sangat mempengaruhi kehidupannya. Namun janganlah cinta kepada sang buah hati menjadikan lupa diri. Cinta yang berlebihan akan menyebabkan seseorang sangat bergantung kepadanya. Ketergantungan dan kecenderungan tersebut bisa melebihi ketergantungannya kepada Allah SWT. Apabila hal ini yang sudah terjadi maka akan menjadi sebab kesengsaraan, adzab dan kecelakaan. Betapa banyak orang-orang besar binasa karena ulah orang-orang yang dicintainya.
Barangsiapa bergantung kepada Allah SWT, cinta karena-Nya dan mendekatkan diri kepada-Nya, maka Allah SWT akan memuliakan dan mengangkatnya. Kita tidak tahu apakah orang-orang yang sangat kita cintai itu baik dan bermanfaat. Terkadang orang-orang yang kita cintai tersebut justru membuat bencana. Karena ini cinta yang paling utama adalah apabila disandarkan kepada Allah SWT. Ingatlah Nuh yang anak tercintanya mati tenggelam dalam banjir, namun dia tetap sabar dan berharap imbalan lebih baik dari Allah SWT dan dia tidak berputus asa. Demikian pula Nabi Muhammad SAW yang ditinggal oleh pamannya, dia tetap optimis berjuang menghadapi rintangan dan terus memohon pertolongan kepada Allah SWT dan akhirnya sukses membawa sinar keimanan di dunia.
Kematian bukanlah suatu siksaan. Bahkan kematian bagi orang mukmin adalah bagian dari sebuah hadiah. Rasulullah SAW bersabda:

تحفة المؤمن الموت

“Hadiah orang mu’min adalah kematian.” (HR Thabrani dan al-Hakim)
Nabi SAW menegaskan hal ini karena dunia adalah penjara orang mu’min, sebab ia senantiasa berada di dunia dalam keadaan susah mengendalikan dirinya, menempa syahwatnya dan melawan syetannya. Dengan demikian, kematian baginya adalah pembebasan dari siksa ini, dan pembebasan tersebut merupakan hadiah bagi dirinya. Ketika kita sudah mengetahui bahwa kematian orang yang kita cintai, mungkin saja adalah sebuah hadiah dari Allah SWT, lalu tidak ada gunanya bagi orang yang ditinggal mati meratapi dan berkeluh kesah. Karena jika yang meninggal gembira menerima hadiah, tentu tidak pantas kita menangisinya.
Sebagai pelajaran yang sangat berharga bagi orang-orang yang ditinggal mati oleh orang-orang yang dicintainya, maka tidak ada pelajaran yang paling baik kecuali kisah Ummul Mukminin, Ummu Salamah ra.
Dalam sebuah hadits shahih yang bersumber dari Ummu Salamah, ia berkata: ”Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda: ”Tidak ada seorang hamba pun yan ditimpa musibah lalu mengucapkan: Innaa lillaahi wainnaa ilaihi raaji’uun. Allahumma jurnii fii mushibatii wakhluflii khairan minhaa. (Sesungguhnya kami milik Allah, kepada-Nya kami kembali. Ya Allah, berikanlah pahala kepadaku lantaran musibah yang menimpaku ini dan berikanlah ganti kepadaku dengan yang lebih baik dari musibah ini). Kecuali Allah akan memberinya pahala lantaran musibahnya dan akan mengganti musibahnya dengan sesuatu yang lebih baik darinya.”
Ummu Salamah berkata: ”Ketika Abu Salamah (suaminya) wafat, aku berdoa sebagaimana perintah Rasulullah padaku, dan ternyata kemudian Allah SWT memberiku ganti yang lebih baik daripada musibah itu, yaitu pribadi Rasulullah SAW yang menggantikan kedudukan suaminya dahulu.
Jadi doa yang paling mustajab bagi orang yang ditinggal pergi kekasihnya adalah:

إنا لله و إنا إليه راجعون, اللهم أَجُرْني في مصيبتي و اخْلُفْ لي خيرًا منها.

»»  yang lain bede'...

POTO POTO MY COLLECTION #1

 TABUNG OKSIGEN KETIKA ASAP "SARS" DATANG

 NENEK GUA NIH.... HEHEHEHEEEE

 BEDAKAN ANTARA MEMORI JAMAN DULU AMA JAMAN SEKARANG!!!

 HAHAHAHAAAA..... BURUNG JUGA SISA TUH....

 TRUE GENTLEMAN LIKE A BOSS!... ASEEEEEK.....

 COSPLAY VERSI KREATIF...

 HAHAHAHAAAAA..... BAYI MATREEEE'

 BEGINILAH MANUSIA JAMAN SEKARANG....

 GTA VERSI MEONG....
 HEMMM... GOOD!!!

 PENYAMARAN SUCCESS!!!

 PHOTOSHOP BERAKSI!!

 HAHAAHAHAHAAAA.... SIAPA YANG PASANG TUH?!?!?!?!?


 YU-GI-OH CARD....

 HAHAHAHAAA.... YANG MERASA SAJA....

 THE TIMER JAMAN SEKARANG

BUT FIRST, LET TAKE A SELFIE...

»»  yang lain bede'...

Kamis, 06 Maret 2014

Kisah Nyata: Kisah Seorang Istri yang Sholehah..

3Jokes_Love_Wallpaper_8

Akhwatmuslimah.com – Usia istri Yaqin masih sangat muda, sekitar 19 tahun. Sedangkan usia Yaqin waktu itu sekitar 23 tahun. Tetapi mereka sudah berkomitmen untuk menikah.
Istrinya Yaqin cantik, putih, murah senyum dan tutur katanya halus. Tetapi kecantikannya tertutup sangat rapi. Dia juga hafal Al-Qur’an di usia yang relatif sangat muda , Subhanallah…
Sejak awal menikah, ketika memasuki bulan kedelapan di usia pernikahan mereka, istrinya sering muntah-muntah dan pusing silih berganti… Awalnya mereka mengira “morning sickness” karena waktu itu istrinya hamil muda.
Akan tetapi, selama hamil bahkan setelah melahirkanpun istrinya masih sering pusing dan muntah-muntah. Ternyata itu akibat dari penyakit ginjal yang dideritanya.
Satu bulan terakhir ini, ternyata penyakit yang diderita istrinya semakin parah..
Yaqin bilang, kalau istrinya harus menjalani rawat inap akibat sakit yang dideritanya. Dia juga menyampaikan bahwa kondisi istrinya semakin kurus, bahkan berat badannya hanya 27 KG. Karena harus cuci darah setiap 2 hari sekali dengan biaya jutaan rupiah untuk sekali cuci darah.
Namun Yaqin tak peduli berapapun biayanya, yang terpenting istrinya bisa sembuh.
Pertengahan bulan Ramadhan, mereka masih di rumah sakit. Karena, selain penyakit ginjal, istrinya juga mengidap kolesterol. Setelah kolesterolnya diobati, Alhamdulillah sembuh. Namun, penyakit lain muncul yaitu jantung. Diobati lagi, sembuh… Ternyata ada masalah dengan paru-parunya. Diobati lagi, Alhamdulillah sembuh.
oOo
Suatu ketika , Istrinya sempat merasakan ada yang aneh dengan matanya. “Bi, ada apa dengan pandangan Ummi?? Ummi tidak dapat melihat dengan jelas.” Mereka memang saling memanggil dengan “Ummy” dan ” Abi” . sebagai panggilan mesra. “kenapa Mi ?” Yaqin agak panik “Semua terlihat kabur.” Dalam waktu yang hampir bersamaan, darah tinggi juga menghampiri dirinya… Subhanallah, sungguh dia sangat sabar walau banyak penyakit dideritanya…
Selang beberapa hari, Alhamdulillah istri Yaqin sudah membaik dan diperbolehkan pulang.
Memasuki akhir Ramadhan, tiba-tiba saja istrinya merasakan sakit yang luar biasa di bagian perutnya, sangat sakiiit. Sampai-sampai dia tidak kuat lagi untuk melangkah dan hanya tergeletak di paving depan rumahnya.
oOo
“Bi, tolong antarkan Ummi ke rumah sakit ya..” pintanya sambil memegang perutnya…
Yaqin mengeluh karena ada tugas kantor yang harus diserahkan esok harinya sesuai deadline. Akhirnya Yaqin mengalah. Tidak tega rasanya melihat penderitaan yang dialami istrinya selama ini.
Sampai di rumah sakit, ternyata dokter mengharuskan untuk rawat inap lagi. Tanpa pikir panjang Yaqin langsung mengiyakan permintaan dokter.
“Bi, Ummi ingin sekali baca Al-Qur’an, tapi penglihatan Ummi masih kabur. Ummi takut hafalan Ummi hilang.”
“Orang sakit itu berat penderitaannya Bi. Disamping menahan sakit, dia juga akan selalu digoda oleh syaitan. Syaitan akan berusaha sekuat tenaga agar orang yang sakit melupakan Allah. Makanya Ummi ingin sekali baca Al-Qur’an agar selalu ingat Allah.
Yaqin menginstal ayat-ayat Al-Qur’an ke dalam sebuah handphone. Dia terharu melihat istrinya senang dan bisa mengulang hafalannya lagi, bahkan sampai tertidur. Dan itu dilakukan setiap hari.
“Bi, tadi malam Ummi mimpi. Ummi duduk disebuah telaga, lalu ada yang memberi Ummi minum. Rasanya enaaak sekali, dan tak pernah Ummi rasakan minuman seenak itu. Sampai sekarangpun, nikmatnya minuman itu masih Ummi rasakan”
“Itu tandanya Ummi akan segera sembuh.” Yaqin menghibur dirinya sendiri, karena terus terang dia sangat takut kehilangan istri yang sangat dicintainya itu.
Yaqin mencoba menghibur istrinya. “Mi… Ummi mau tak belikan baju baru ya?? Mau tak belikan dua atau tiga?? Buat dipakai lebaran.”
“Nggak usah, Bi. Ummi nggak ikut lebaran kok” jawabnya singkat. Yaqin mengira istrinya marah karena sudah hampir lebaran kok baru nawarin baju sekarang.
“Mi, maaf. Bukannya Abi nggak mau belikan baju. Tapi Ummi tahu sendiri kan, dari kemarin-kemarin Abi sibuk merawat Ummi.”
“Ummi nggak marah kok, Bi. Cuma Ummi nggak ikut lebaran. Nggak apa-apa kok Bi.”
”Oh iya Mi, Abi beli obat untuk Ummi dulu ya…??” Setelah cukup lama dalam antrian yang lumayan panjang, tiba-tiba dia ingin menjenguk istrinya yang terbaring sendirian. Langsung dia menuju ruangan istrinya tanpa menghiraukan obat yang sudah dibelinya.
oOo
Tapi betapa terkejutnya dia ketika kembali . Banyak perawat dan dokter yang mengelilingi istrinya.
“Ada apa dengan istriku??.” tanyanya setengah membentak. “Ini pak, infusnya tidak bisa masuk meskipun sudah saya coba berkali-kali.” jawab perawat yang mengurusnya.
Akhirnya, tidak ada cara lain selain memasukkan infus lewat salah satu kakinya. Alat bantu pernafasanpun langsung dipasang di mulutnya.
Setelah perawat-perawat itu pergi, Yaqin melihat air mata mengalir dari mata istrinya yang terbaring lemah tak berdaya, tanpa terdengar satu patah katapun dari bibirnya.
“Bi, kalau Ummi meninggal, apa Abi akan mendoakan Ummi?” “Pasti Mi… Pasti Abi mendoakan yang terbaik untuk Ummi.” Hatinya seakan berkecamuk. “Doanya yang banyak ya Bi” “Pasti Ummi” “Jaga dan rawat anak kita dengan baik.”
Tiba-tiba tubuh istrinya mulai lemah, semakin lama semakin lemah. Yaqin membisikkan sesuatu di telinganya, membimbing istrinya menyebut nama Allah. Lalu dia lihat kaki istrinya bergerak lemah, lalu berhenti. Lalu perut istrinya bergerak, lalu berhenti. Kemudian dadanya bergerak, lalu berhenti. Lehernya bergerak, lalu berhenti. Kemudian matanya…. Dia peluk tubuh istrinya, dia mencoba untuk tetap tegar. Tapi beberapa menit kemudian air matanya tak mampu ia bendung lagi…
Setelah itu, Yaqin langsung menyerahkan semua urusan jenazah istrinya ke perawat. Karena dia sibuk mengurus administrasi dan ambulan. Waktu itu dia hanya sendiri, kedua orang tuanya pulang karena sudah beberapa hari meninggalkan cucunya di rumah. Setelah semuanya selesai, dia kembali ke kamar menemui perawat yang mengurus jenazah istrinya.
“Pak, ini jenazah baik.” kata perawat itu. Dengan penasaran dia balik bertanya. “Dari mana ibu tahu???” “Tadi kami semua bingung siapa yang memakai minyak wangi di ruangan ini?? Setelah kami cari-cari ternyata bau wangi itu berasal dari jenazah istri bapak ini.” “Subhanalloh…”
Tahukah sahabatku,… Apa yang dialami oleh istri Yaqin saat itu? Tahukah sahabatku, dengan siapa ia berhadapan? Kejadian ini mengingatkan pada suatu hadits
“Sesungguhnya bila seorang yang beriman hendak meninggal dunia dan memasuki kehidupan akhirat, ia didatangi oleh segerombol malaikat dari langit. Wajah mereka putih bercahaya bak matahari. Mereka membawa kain kafan dan wewangian dari surga. Selanjutnya mereka akan duduk sejauh mata memandang dari orang tersebut. Pada saat itulah Malaikat Maut ‘alaihissalam menghampirinya dan duduk didekat kepalanya. Setibanya Malaikat Maut, ia segera berkata: “Wahai jiwa yang baik, bergegas keluarlah dari ragamu menuju kepada ampunan dan keridhaan Allah”. Segera ruh orang mukmin itu keluar dengan begitu mudah dengan mengalir bagaikan air yang mengalir dari mulut guci. Begitu ruhnya telah keluar, segera Malaikat maut menyambutnya. Dan bila ruhnya telah berada di tangan Malaikat Maut, para malaikat yang telah terlebih dahulu duduk sejauh mata memandang tidak membiarkanya sekejap pun berada di tangan Malaikat Maut. Para malaikat segera mengambil ruh orang mukmin itu dan membungkusnya dengan kain kafan dan wewangian yang telah mereka bawa dari surga. Dari wewangian ini akan tercium semerbak bau harum, bagaikan bau minyak misik yang paling harum yang belum pernah ada di dunia. Selanjutnya para malaikat akan membawa ruhnya itu naik ke langit. Tidaklah para malaikat itu melintasi segerombolan malaikat lainnya, melainkan mereka akan bertanya: “Ruh siapakah ini, begitu harum.” Malaikat pembawa ruh itupun menjawab: Ini adalah arwah Fulan bin Fulan (disebut dengan namanya yang terbaik yang dahulu semasa hidup di dunia ia pernah dipanggil dengannya).” (HR Imam Ahmad, dan Ibnu Majah).
“Sungguh sangat singkat kebersamaan kami di dunia ini , akan tetapi sangat banyak bekal yang dia bawa pulang. Biarlah dia bahagia di sana” Air matapun tak terasa mengalir deras dari pipi Yaqin.
»»  yang lain bede'...

Kisah Pria Korea Selatan Menemukan Kebenaran Islam

masjidkoreaAkhwatmuslimah.com – “Aku menemukan harapan dalam Islam, kemudian saya menjadi muslim,” ujar seorang mualaf dari Korea Selatan, Park Dong Shin yang kini mengubah namanya menjadi Abd Ar-Ra’oof. Park memeluk Islam saat usiannya 24 tahun. Sebelum memeluk Islam, ia merasa hidupnya hanya dipenuhi kegelapan, keraguan, kebingungan dan luka.
“Aku menulis ini (artikel kisah perjalanannya menuju Islam) untuk berbagi kepada kalian tentang sesuatu yang penting di hidupku, bagaimana aku menemukan hidup yang dipenuhi kegembiraan dan bagaimana aku menemukan makna hidup yang sebenarnya,” Park memulai kisahnya yang ia share di berbagai medsos miliknya, dari blog, fb, twitter hingga youtube.
Sejak kecil, Park telah tertarik dengan beragam budaya dunia. Pasalnya, sang ayah merupakan seorang teknisi kapal yang mengunjungi berbagai negara di belahan dunia. Park pun seringkali berinteraksi dengan warga asing. Oleh karena itu, Park tak asing pula dengan beragam agama di dunia.
Pencarian hidupnya dimulai ketika terjadi krisis moneter di Korea pada akhir 90-an. Keluarganya jatuh miskin. Orang tuanya bercerai. Ia pun kemudian terpaksa tinggal di asrama sekolah. Park miris melihat kondisi masyarakat yang kapitalis. Bahkan di sekolahnya pun, ia melihat hanya materialisme yang dipentingkan. Disitulah ia kemudian berfikir, ada tujuan hidup yang mulia dibanding sekedar mengejar materi.
Hati dan pikiran pria kelahiran Busan itu pun mulai dipenuhi pertanyaan. “Mengapa aku harus hidup?”, “Apa tujuan hidup itu”, “Dimana Tuhan?”, dan pertanyaan serupa. Ia pun kemudian tertaruk dengan agama. Ia datang ke gereja untuk menempuh jalan yang benar. Namun ia tak mendapatkannya.
Hingga kemudian Park menonton beberapa film hollywood yang kisahnya menyudutkan agama Islam. Bukan terpedaya, Park justru melihat ada kemunaikan di dalamnya. Ia pun mencari kebenaran akan Islam. Ia pergi ke perpustakaan dan membaca buku agama Islam.
“Aku mengunjungi banyak gereja dan mempelajari Al Kitab, namun aku tak berfikir untuk mempelajari Islam. Karena aku tak tahu kalau Islam adalah agama Allah. Aku pun mempelajarinya. Dan Islam, ini adalah kebenaran,” ujar Park.
Park terpesona, Islam menjawab segala pertanyaannya. Islam juga memberikan harapannya untuk tak terpedaya kapitalisme. Materi bukanlah tujuan hidup. Begitu terpesona saat mengenal Islam, yang ada di benak park hanya satu, “Mengapa selama ini aku tak pernah tahu tentang Islam?” ujarnya menyesal baru mengenal Islam.
Park pun kemudian jatuh hati pada Islam. Ia mulai serius mendalami Islam. Park mendaftar keangotaan masyarakat muslim di internet kemudian mendapat konseling dari komunitas muslim. Ia pun kemudian mendatangi Masjid Seoul untuk mendapat bimbingan lebih lanjut.
“Aku pergi ke Masjid Seoul setiap hari Sabtu untuk mengambil kelas bahasa Arab dan Islam. Aku tak mengerti bahasanya, tetapi ajaran Arab dan Quran bagai bahasa langit dan malaikat. Aku pun menjadi yakin bahwa Islam adalah rahmat dan karunia Allah bagi umat manusia. Ada banyak agama di dunia dan mereka adalah buatan manusia , namun Islam adalah agama diungkapkan langsung oleh Allah melalui malaikat dan karenanya dibuat langsung oleh Tuhan,” ujarnya.
Setelah memantapkan hati, Park kemudian mengiucapkan syahadat. Ia mendapati Islam begitu indah. Islam menuntutn pada kebenaran. “Anda akan terkejut setelah Anda mengenal Islam . Bagaimana bisa ada seperti agama yang sempurna dan indah?” ujarnya.
Belajar ke Haramain
Park benar-benar terpesona dengan ajaran Islam. Ia tak pernah puas mempelajari dinnullah di tempat tinggalnya di Seoul. Ia ingin menempa lebih banyak ilmu. Maka berankatlah ia ke Haramain untuk belajar langsung di tanah kelahiran Islam.
Park begitu bersemangat. Ia berkeinginan dapat mendakwahkan Islam dengan baik. “Aku pergi ke Arab Saudi untuk belajar Al Qur’an dan Al Hadits. Aku juga membutuhkan pemahaman untuk dakwah. Bahkan setelah datang ke Madinah Al Munawarah, aku telah memulai dakwah melalui online. Aku membuat website dan berbincang dengan banyak orang Korea untuk mengenalkan mereka pada Islam,” tuturnya.
»»  yang lain bede'...

Kisah Isteri Imran dan Maryam binti Imran

bm
Akhwatmuslimah.com – Semasa masih remaja puteri, bercita-cita beroleh anak, sampai tua dan beruban belum juga dianugerahi Allah seorang anak pun. Cita-cita untuk beroleh anak inilah yang selalu menggoda ketenangan hati dan kebahagiaan hidup perempuan tua yang kita ceritakan ini, yaitu isteri Imran.
Lebih-lebih ketika matanya menuju memandang burung-burung yang dengan riang gembira berterbangan ke sana ke mari dengan anak-anaknya, berkicauan dan bersiul-siul, berebut ulat dan buah-buahan. Demikian pula perempuan tua ini melihat perempuan-perempuan lain sedang menggendong dan membuaikan anak-anak bayi mereka, membelai dan menyanyikan anak yang menjadi buah hati mereka, dengan kasih sayang dan kegembiraan penuh. Apalagi melihat anak-anak orang yang sudah besar-besar, datang dan pergi bila dipanggil dan disuruh ibu bapaknya. Sedang perempuan tua ini hidup sebatang kara hanya dengan suami yang sudah tua dan sepi, karena tidak seorang anak pun yang berada di samping keduanya untuk memecahkan kesepian hidupnya itu.
Siang menjadi angan-angan, malam menjadi buah mimpi, sehingga sudi dan rela hatinya mengorbankan apa saja yang ada padanya asal saja dia dapat beroleh seorang anak yang terdiri dari darah dan dagingnya sendiri. Anak, sekali lagi anak dan seterusnya anaklah yang menjadi impian dan idamannya sepanjang masa.
Siang berganti malam, hari berganti bulan, bulan berganti tahun dan sudah berpuluh-puluh tahun konon lamanya, cita-cita ini tetap menjadi cita-cita saja, namun dia belum juga beroleh yang dicitakannya itu. Hatinya mulai kesal, rasa putus asa mulai bertunas dalam kalbunya, karena umur yang dicapainya ini rasanya tidak memungkinkan lagi untuk beroleh anak, fikirnya. Tidaklah berarti bahwa cita-citanya itu telah padam. Tidak, malah bertambah hebat dan bernyala-nyala juga. Akhirnya dia menghadapkan muka dan seluruh jiwa raganya kepada Allah Yang Maha Kuasa, yang menjadikan langit dan bumi. Berdoalah dia dengan khusyu dan khudhu agar kiranya Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Pengasih, yang mendengar segala doa yang sanggup membuat apa kehendakNya, mengaruniai dengan seorang anak.
Untuk menguatkan doanya ini, ia bernazar, berjanji kepada Allah tempat dia meminta itu, bahwa bila doanya mi terkabul, maka anak yang akan diperolehinya itu, akan didermakannya bulat bulat tanpa syarat untuk Rumah Suci Baitul Maqdis, sebagai abdi Allah dan pengawal Rumah Suci itu. Tidak akan dipekerjakan, selain untuk mengabdikan diri dan menyembah Allah semata di tempat suci itu.
Allah mendengar dan mengabulkan doa perempuan tua itu. Perempuan tua itu mulai merasakan sesuatu yang bergerak dalam rahimnya.
Bukan main girang dan senang hatinya. Dunia yang mulanya gelap gelita dan lapuk dalam pemandangannya, kembali menjadi terang dan muda dalam pandangannya, penuh dengan cahaya terang benderang. Hilang rasanya segala pandangan gelap dan kegelisahan hati selama itu.
Duduklah dia di samping suaminya (Imran) dan menerangkan apa yang terasa dalam kandungannya itu. Dan mata suaminya yang sudah tua itu terpancarlah cahaya kegembiraan yang kilau kemilau, diiringi oleh beberapa titis airmata tanda kegembiraan yang tidak terhingga hebatnya.
bm2Tetapi……, riang dan sedih tidak ada yang kekal di atas dunia ini. Dalam keadaan riang gembira yang penuh nikmat itu, seakan akan berada dalam mimpi menunggu kelahiran seorang putera yang sudah lama dicita citakan itu, tiba-tiba kegembiraan dan kenikmatan perasaan itu berganti dengan nasa sedih dan pilu, kerana suaminya yang tua yang dicintainya itu pulang ke rahmatullah, menemui Tuhannya sebelum dapat melihat dengan biji matanya, akan anak yang ditunggu-tunggu dan di idam-idamkannya itu.
Tinggallah perempuan tua itu seorang diri, diselubungi oleh perasaan sedih dan pilu ditinggalkan suami yang sangat dicintainya, sekalipun dalam dadanya penuh rasa harap dan gembira, bersemi pula memenuhi kalbunya menanti nanti kelahiran sang bayi dan kandungannya, yang sudah sekian lama di idam-idamkannya. Belum pernah kiranya seorang manusia di dunia ini yang diserang rasa sedih dan pilu bersamaan waktunya dengan perasaan gembira dan nikmat, sebagai perempuan tua janda Imran ini.
Dengan perasaan sedih bercampur gembira dan harap itu dia merasakan bahawa dia sudah dekat bersalin. Segala sesuatu disiapkannya, lalu kandungannya itupun lahirlah.
Setelah diketahuinya, bahwa bayi yang dilahirkannya itu adalah perempuan, dia pun mengeluh lagi, karena bukanlah sebagai yang dicita-citakannya selama ini. Seorang perempuan tentu tidak dapat dijadikan abdi Rumah Suci Baitul Maqdis, fikirnya. Dengan perasaan duka dan sedih pula, bayi yang baru lahir itu diberi nama dengan nama yang sudah diwahyukan Tuhannya; yaitu Maryam yang berarti Pengabdi Tuhan.
MARYAM (WANITA PALING MULIA DI MUKA BUMI)
Janda Imran mendoakan anak bayinya yang bernama Maryam itu kepada Tuhan, agar Allah menjaga dan melindunginya dan segala noda dan cela, agar amal dan pekerti anak itu nanti sesuai dengan nama yang diberikanNya itu. Dia doakan pula, agar Maryam dan keturunannya diperlindungi Allah dari godaan godaan syaitan yang laknat.
Dia sudah nazarkan anaknya itu untuk menjadi abdi di Rumah Suci. Tetapi dapatkah gerangan seorang perempuan menjadi abdi di Tempat Suci? Bukankah perempuan itu tidak dapat disamakan dengan lelaki? Dia sangat khawatir dan gelisah lagi, kesedihan dan kegelisahan yang tidak kurang hebatnya dan kesedihan dan kegelisahannya di kala suaminya meninggal dunia.
Tetapi apakah daya, selain memohon dan menyerah ke hadhrat Allah mendoa petang dan pagi dengan tidak putus-putusnya, agar anaknya itu diterima Allah menjadi abdi di Rumah Suci, sebagai yang dinazarkannya itu. Semua doanya itu dijawab oleh Allah dengan jawaban yang sebaik baiknya. Kepadanya diilhamkan Allah, bahwa nazarnya itu akan dikabulkan Allah, anaknya itu akan diterima Allah sebagai abdi di Tempat Suci Baitul Maqdis.
bm3Dengan diam-diam, pada suatu malam anaknya yang masih kecil itupun dibungkusnya baik baik dengan kain, digendongnya dan dia lalu berjalan menuju Baitul Maqdis, Tempat Suci. Di Tempat Suci itu ditemuinya semua pendeta yang menjadi pegawai Tempat Suci itu. Kepada pendeta itu dia berkata: Anak perempuan ini aku serahkan kepada tuan-tuan, karena saya sudah bernazar untuk menyerahkan anakku ini untuk menjadi abdi Rumah Suci ini.
Alangkah tabah dan kesatrianya hati yang dimiliki perempuan ini. Dia baru saja kehilangan suami, sekarang anaknya yang hanya seorang, yang di idam-idamkan dan dicita-citakannya berpuluh tahun lamanya itu, diserahkannya pula untuk Tempat Suci memenuhi nazarnya, karena taat akan janji dan nazar yang sudah diucapkannya ke hadirat Allah SWT.
Dia segera pulang ke rumahnya, meninggalkan anak kandungnya. Bukan air mata yang tercurah dan matanya saban dia teringat akan anaknya, atau dia mendengar berita yang dibawa orang lalu tentang keadaan anaknya itu, tetapi dia bersyukur memuji Allah dengan hati yang tenang dan sabar. Tidak pernah dia mengeluh dan menyesal.
Maryam sekarang berada di tengah tengah para pendeta di Tempat Suci Baitul Maqdis. Masing-masing pendeta ingin agar dia sendirilah yang menjadi pengasuh dan memelihara Maryam. Berbagai-bagai alasan yang mereka kemukakan, untuk mendapatkan keinginannya terhadap Maryam.
Yang paling keras dan paling kuat alasannya di antara para pendeta itu, ialah seorang tua yang bernama ZAKARIA (Nabi Zakaria), paman Maryam : Serahkanlah pengasuhan dan pemeliharaan Maryam kepada saya, kata Zakaria. Sayalah yang paling berhak menjaga dan mengasuhnya, karena sayalah yang paling dekat perhubungan kefamilian dengannya.
Pendeta-pendeta yang lain pun tidak kurangnya mengemukakan alasan mereka pula, sehingga pertengkaran dan pendebatan semakin sengit, soal jawab semakin hebat. Semuanya ingin menjadi pengasuh Maryam, semua ingin memberikan baktinya terhadap Allah SWT.
Karena tidak seorang jua di antara para pendeta itu yang mau mengalah, akhirnya mereka bersepakat akan mengadu peruntungan masing-masing dengan undian. Mereka lalu berangkat menuju salah sebuah sungai, dimana mereka akan melemparkan tongkat masing masing ke sungai itu dengan perjanjian, tongkat siapa yang tidak tenggelam, maka dialah yang berhak menjadi pengasuh Maryam.
Setelah undian itu dilakukan, maka terbuktilah bahwa tongkat Zakaria saja yang tidak tenggelam, maka para pendeta itupun relalah sekarang menyerahkan Maryam kepada Zakaria, untuk diasuh dan dibesarkan.
Zakaria seorang tua yang belum pernah mempunyai anak, cintanya terhadap Maryam bukan alang kepalang. Segala sesuatu yang dapat menggembirakan hati Maryam, disediakan sebaik baiknya dan secukup cukupnya. Segala keperluan Maryam dia sendirilah yang menguruskannya, baik urusan yang kecil-kecil, apalagi urusan yang besar-besar. Seorang manusia lain, siapapun juga, tidak diizinkannya menghampiri Maryam.
Maryam ditempatkannya di salah sebuah bilik, yang besar di tingkat atas dalam Rumah Suci itu, sedang di bawah bilik itu adalah Mihrab Nabi Zakaria sendiri, dimana Nabi Zakaria setiap waktu beribadat dan mengajar agama kepada setiap orang yang datang belajar. Tidak seorang juga manusia dapat masuk ke dalam bilik Maryam, dengan tidak melalui tangga di mihrabnya itu, sedang tangga itu dijaganya sebaik baik dan serapi rapinya.
Zakaria merasa senang dan tak pernah merasa penat menjaga dan mengasuh Maryam serapi itu, karena hal itu bererti menjalankan amanat Allah. Demikianlah berlangsung bertahun tahun lamanya, sehingga keadaan Maryam semakin lama semakin besar jua.
KEJADIAN ANEH
Pada suatu ketika Zakaria sebagai biasa masuk mihrabnya dan menemui Maryam di kamarnya. Tiba tiba dia melihat makanan terletak di pintu masuk ke kamar Maryam. Alangkah terkejutnya melihat makanan itu disitu, siapakah gerangan yang telah membawa makanan itu ke dalam kamar Maryam dengan tiada seizin dan setahu Zakaria sendiri?
bm4Zakaria amat gelisah memikirkan kejadian ajaib itu, tetapi untuk sementara dibiarkannya saja. Tetapi dia berjaga-jaga, kalau ada orang masuk dengan cara sembunyi sembunyi. Pada hari esoknya dia masuk pula ke kamar Maryam dan didapatinya pula di tempat itu makanan yang baru lagi, lain dari makanan yang sebelumnya. Penjagaan makin diperkuatnya. Lusanya kembali dia melihat makanan yang baru lagi, sudah tersedia pula dengan baiknya di kamar Maryam.
Kecurigaan Zakaria terhadap manusia lainnya mulai berkurangan, tetapi keheranannya semakin menghebat, sebab dia sudah tahu benar, tidak seorang manusia pun yang datang dan masuk ke situ, sebagai yang dicurigainya semula. Kepala Zakaria penuh dengan fikiran dan keajaiban kejadian itu, tentang rahasia yang dihadapinya.
Dia masuk mendapatkan Maryam dan bertanya: Hai Maryam, dan manakah datangnya makanan itu, sedang pintu tetap tertutup dan tidak seorang  juga yang dapat masuk ke mari membawa makanan?
Maryam menjawab dengan tenang: Makanan itu adalah dari Allah. Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendakiNya dengan tidak berhisab.
Mendengar jawapan Maryam yang tegas dan tenang itu, barulah Zakaria insaf, bahawa Allah sudah menentukan Maryam yang dia jagai itu menjadi seorang hambaNya yang luar biasa, mempunyai kedudukan dan martabat penting di sisi Allah yang belum pernah dicapai dan diduduki oleh perempuan lain di atas dunia ini.
Kasih dan sayang Zakaria terhadap Maryam berubah menjadi penghormatan dan pengkhidmatan yang semakin lama semakin bertambah dan mendalam jua, sehingga penjagaan dan pemeliharaannya semakin teliti dan hati-hati lagi dan yang sudah sudah. Cita-cita baru mulai bersemi dengan kukuh sekali di hati Zakaria.
Zakaria yang sudah tua dan tidak bertenaga lagi itu, kini semakin ingin untuk beroleh seorang anak dari darah dagingnya sendiri. Bukan hanya semata mata ingin beranak, tetapi cita-cita yang jauh lebih agung dan luhur, ialah agar anak yang dicintakan itu dapat meneruskan perjuangan suci menghadapi suasana baru yang akan ditimbulkan oleh Maryam, kerana dia sendiri sekarang sudah tua dan sudah dekat kepada akhir hayatnya. Nabi Zakaria lalu mendoa kepada Allah tentang cita citanya.
Allah mengabulkan doa Nabi Zakaria. Isterinya yang sudah tua itupun mulai mengandung. Tidak lama kemudian lahirlah seorang putera, yang diberi nama Yahya (Nabi Yahya).
Adapun Maryam tetap tinggal di tempatnya, semakin besar dan besar juga, dengan hati yang penuh taqwa, dengan ibadat yang tulus ikhlas. Namanya mulai terkenal kepada setiap orang sebagai seorang puteri yang suci murni, yang terjauh dari segala dosa dan noda. Dia menjadi buah bibir, menjadi contoh dan kata kata julukan segenap ummat yang hidup di masanya itu.
KELAHIRAN NABI ISA
15Virgin_MarySuatu ketika beliau menginjak dewasa, Maryam pulang ke kampungnya di Nasharat. Di sinilah awal beliau mendapat amanah agung mengenai beliau akan mengandung seorang putra yang tak lain adalah Nabi ‘Isa-’Alayhissalam-. Fenomena langka ini kontan membuat Maryam terkejut dan bingung tak terkira. Ditambah penampakan malaikat Jibril -’Alayhissalam- yang menghampirinya.
Maka Allah -Subhanahu wa Ta’ala- menunjukkan kebesaran-Nya dengan meniupkan ruh melalui Malaikat Jibril ke dalam rahim Maryam.
Setelah beberpa saat lamanya, Maryam pun kembali pulang ke Ursalim (Yerusalem) dengan keadaan mengandung. Disinilah bermula keimanan dan ketaqwaan Maryam diuji dengan beragam fitnah yang menghujani dirinya. Masyarakat menjadi memandangnya jelek (buruk), menuduh ia seorang pezinah dll. Lalu dengan petunjuk Allah, beliau pergi ke arah timur menuju satu tempat yang jauh.
Sampailah Maryam binti (putri) ‘Imran di suatu tempat di Baitul Laham (Betlehem) sebuah kota Palestina di Tepi Barat (kini), dalam keadaan hamil tua yang tinggal menunggu saat-saat melahirkan dengan keadaan yang lemah dan lelah, namun dengan iman dan ketaqwaanya yang kokoh ia teguh beriman kepada Allah.
Allah -Tabaraka wa Ta’ala- tidak membiarkan ia sendiri dalam keadaanya yang begitu mendesak. Allah kembali mengirim bantuannya melalui Malaikat Jibril.
Dan setelah ia meminumnya, maka ia menggoyang-goyangkan Pohon Korma untuk memakan buah Korma tersebut.
Maka Nabi ‘Isa Almasih -’Alayhissalam- pun terlahir di tempat itu (di Baitul Laham), yaitu terlahir di bawah pohon Kurma tersebut, dengan kelebihan-kelebihan yang telah dianugerahkan oleh Allah -’Azza wa Jalla- kepadanya. Salah satu kelebihan Nabi ‘Isa-’Alayhissalam- adalah, dia mampu berbicara fasih seperti orang yang sudah besar, padahal dikala itu dia masih bayi yang baru saja terlahir ke dunya.
Dikisahkan, Maryam binti ‘Imran membawa anaknya itu yang baru saja terlahir (Nabi ‘Isa Almasih -’Alayhissalam-) ke hadapan orang-orang banyak di Baitul Laham (Betlehem), setelah mereka tau bahwa Maryam memiliki anak tanpa ayah (suami). Mereka semua lantas menuduh Maryam berbuat zinah. Dengan hujatan-hujatan dari mereka itu, kemudian Maryam menunjuk bayinya. Tiba-tiba saja muncul-lah keajaiban (mukjizat). Nabi ‘Isa Almasih yang masih bayi itu tiba-tiba saja bisa berbicara fasih seperti orang yang sudah besar.
Setelah Maryam dan Nabi ‘Isa -’Alayhissalam- beberapa lama tinggal di Baitul Laham, tibalah saatnya bagi Maryam dan anaknya (Nabi ‘Isa) untuk hijrah ke negeri Mesir dikarenakan keamanan yang memburuk di negeri kelahiran mereka. Selama 12 tahun lamanya mereka menetap di Mesir, perjuangan membesarkan nabi Isa Al-Masih -’Alayhissalam- di Mesir dilakukannya dengan penuh kesabaran, sampai-sampai Maryam disana bekerja sebagai buruh tani gandum.
Setelah 12 tahun di Mesir, akhirnya mereka kembali lagi ke Tanah Air asalnya, Palestina, dan menetap disana. Di Palestina, Nabi ‘Isa Almasih diangkat menjadi rasul, beliau terus-menerus berdakwah kepada Bani Isra’il sambil diiringi oleh ibunya sendiri, yaitu Maryam binti ‘Imran, dan dibantu oleh kedua belas murid ‘Isa, yaitu Hawariyyun.
»»  yang lain bede'...

Renungkanlah, Kisah Nyata Pemandangan Sakaratul Maut Ini…




Akhwatmuslimah.com – Tatkala masih di bangku sekolah, aku hidup bersama kedua orangtuaku dalam lingkungan yang baik. Aku selalu mendengar do’a ibuku saat pulang dari keluyuran dan begadang malam. Demikian pula ayahku, ia selalu dalam shalatnya yang panjang. Aku heran, mengapa ayah shalat begitu lama, apalagi jika saat musim dingin yang menyengat tulang.
Aku sungguh heran. Bahkan hingga aku berkata kepada diri sendiri: “Alangkah sabarnya mereka…setiap hari begitu…benar-benar mengherankan!”
Aku belum tahu bahwa di situlah kebahagiaan orang mukmin, dan itulah shalat orang-orang pilihan…Mereka bangkit dari tempat tidumya untuk bermunajat kepada Allah.Setelah menjalani pendidikan militer, aku tumbuh sebagai pemuda yang matang. Tetapi diriku semakin jauh dari Allah. Padahal berbagai nasihat selalu kuterima dan kudengar dari waktu ke waktu.
Setelah tamat dari pendidikan, aku ditugaskan ke kota yang jauh dari kotaku. Perkenalanku dengan teman-teman sekerja membuatku agak ringan menanggung beban sebagai orang terasing.
Di sana, aku tak mendengar lagi suara bacaan Al-Qur’an. Tak ada lagi suara ibu yang membangunkan dan menyuruhku shalat. Aku benar-benar hidup sendirian, jauh dari lingkungan keluarga yang dulu kami nikmati.
Aku ditugaskan mengatur lalu lintas di sebuah jalan tol. Di samping menjaga keamanan jalan, tugasku membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan.
Pekejaan baruku sungguh menyenangkan. Aku lakukan tugas-tugasku dengan semangat dan dedikasi tinggi.
Tetapi, hidupku bagai selalu diombang-ambingkan ombak.
Aku bingung dan sering melamun sendirian…banyak waktu luang…pengetahuanku terbatas.
Aku mulai jenuh…tak ada yang menuntunku di bidang agama. Aku sebatang kara. Hampir tiap hari yang kusaksikan hanya kecelakaan dan orang-orang yang mengadu kecopetan atau bentuk-bentult penganiayaan lain. Aku bosan dengan rutinitas. Sampai suatu hari terjadilah suatu peristiwa yang hingga kini tak pernah kulupakan.
Ketika itu, kami dengan seorang kawan sedang bertugas di sebuah pos jalan. Kami asyik ngobrol…tiba-tiba kami dikagetkan oleh suara benturan yang amat keras. Kami mengalihkan pandangan. Ternyata, sebuah mobil bertabrakan dengan mobil lain yang meluncur dari arah berlawanan. Kami segera berlari menuju tempat kejadian untuk menolong korban.
Kejadian yang sungguh tragis. Kami lihat dua awak salah satu mobil daIam kondisi sangat kritis. Keduanya segera kami keluarkan dari mobil lalu kami bujurkan di tanah.
Kami cepat-cepat menuju mobil satunya. Ternyata pengemudinya telah tewas dengan amat mengerikan. Kami kembali lagi kepada dua orang yang berada dalam kondisi koma. Temanku menuntun mereka mengucapkan kalimat syahadat.
Ucapkanlah “Laailaaha Illallaah…Laailaaha Illallaah…” perintah temanku.
Tetapi sungguh mengherankan, dari mulutnya malah meluncur lagu-lagu. Keadaan itu membuatku merinding.Temanku tampaknya sudah biasa menghadapi orang-orang yang sekarat…Kembali ia menuntun korban itu membaca syahadat.
Aku diam membisu. Aku tak berkutik dengan pandangan nanar. Seumur hidupku, aku belum pernah menyaksikan orang yang sedang sekarat, apalagi dengan kondisi seperti ini. Temanku terus menuntun keduanya mengulang-ulang bacaan syahadat. Tetapi… keduanya tetap terus saja melantunkan lagu.
Tak ada gunanya…
Suara lagunya semakin melemah…lemah dan lemah sekali. Orang pertama diam, tak bersuara lagi, disusul orang kedua. Tak ada gerak… keduanya telah meninggal dunia.
Kami segera membawa mereka ke dalam mobil.
Temanku menunduk, ia tak berbicara sepatah pun. Selama pejalanan hanya ada kebisuan, hening.
Kesunyian pecah ketika temanku memulai bicara. Ia berbicara tentang hakikat kematian dan su’ul khatimah (kesudahan yang buruk). Ia berkata: “Manusia akan mengakhiri hidupnya dengan baik atau buruk. Kesudahan hidup itu biasanya pertanda dari apa yang dilakukan olehnya selama di dunia”. Ia bercerita panjang lebar padaku tentang berbagai kisah yang diriwayatkan dalam buku-buku Islam. Ia juga berbicara bagaimana seseorang akan mengakhiri hidupnya sesuai dengan masa lalunya secara lahir batin.
Perjalanan ke rumah sakit terasa singkat oleh pembicaraan kami tentang kematian. Pembicaraan itu makin sempurna gambarannya tatkala ingat bahwa kami sedang membawa mayat.
Tiba-tiba aku menjadi takut mati. Peristiwa ini benar-benar memberi pelajaran berharga bagiku. Hari itu, aku shalat kusyu’ sekali.
Tetapi perlahan-lahan aku mulai melupakan peristiwa itu.
Aku kembali pada kebiasaanku semula…Aku seperti tak pemah menyaksikan apa yang menimpa dua orang yang tak kukenal beberapa waktu lalu. Tetapi sejak saat itu, aku memang benar-benar menjadi benci kepada yang namanya lagu-lagu. Aku tak mau tenggelam menikmatinya seperti sedia kala. Mungkin itu ada kaitannya dengan lagu yang pemah kudengar dari dua orang yang sedang sekarat dahulu.
* Kejadian Yang Menakjubkan… Selang enam bulan dari peristiwa mengerikan itu…sebuah kejadian menakjubkan kembali terjadi di depan mataku.
Seseorang mengendarai mobilnya dengan pelan, tetapi tiba-tiba mobilnya mogok di sebuah terowongan menuju kota.
Ia turun dari mobilnya untuk mengganti ban yang kempes. Ketika ia berdiri di belakang mobil untuk menurunkan ban serep, tiba-tiba sebuah mobil dengan kecepatan tinggi menabraknya dari arah belakang. Lelaki itu pun langsung tersungkur seketika.
Aku dengan seorang kawan, -bukan yang menemaniku pada peristiwa yang pertama- cepat-cepat menuju tempat kejadian. Dia kami bawa dengan mobil dan segera pula kami menghubungi rumah sakit agar langsung mendapatpenanganan.
Dia masih muda, dari tampangnya, ia kelihatan seorang yang ta’at menjalankan perintah agama.
Ketika mengangkatnya ke mobil, kami berdua cukup panik, sehingga tak sempat memperhatikan kalau ia menggumamkan sesuatu. Ketika kami membujurkannya di dalam mobil, kami baru bisa membedakan suara yang keluar dari mulutnya.
Ia melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an…dengan suara amat lemah.
“Subhanallah! ” dalam kondisi kritis seperti , ia masih sempat melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran? Darah mengguyur seluruh pakaiannya; tulang-tulangnya patah, bahkan ia hampir mati.
Dalam kondisi seperti itu, ia terus melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan suaranya yang merdu. Selama hidup aku tak pernah mendengar suara bacaan Al Quran seindah itu. Dalam batin aku bergumam sendirian: “Aku akan menuntun membaca syahadat sebagaimana yang dilakukan oleh temanku terdahulu… apalagi aku Sudah punya pengalaman,” aku meyakinkan diriku sendiri.
Aku dan kawanku seperti kena hipnotis mendengarkan suara bacaan Al-Qur’an yang merdu itu. Sekonyong-konyong tubuhku merinding menjalar dan menyelusup ke setiap rongga.
Tiba-tiba suara itu berhenti. Aku menoleh ke belakang. Kusaksikan dia mengacungkan jari telunjuknya lalu bersyahadat. Kepalanya terkulai, aku melompat ke belakang. Kupegang tangannya, detak jantungnya nafasnya, tidak ada yang terasa. Dia telah meninggal dunia.
Aku lalu memandanginya lekat-lekat, air mataku menetes, kusembunyikan tangisku, takut diketahui kawanku. Kukabarkan kepada kawanku kalau pemuda itu telah wafat. Kawanku tak kuasa menahan tangisnya. Demikian pula halnya dengan diriku. Aku terus menangis, air mataku deras mengalir. Suasana dalam mobil betul-betul sangat mengharukan.
Sampai di rumah sakit…
Kepada orang-orang di sanal kami mengabarkan perihal kematian pemuda itu dan peristiwa menjelang kematiannya yang menakjubkan. Banyak orang yang terpengaruh dengan kisah kami, sehingga tak sedikit yang meneteskan air mata. Salah seorang dari mereka, demi mendengar kisahnya, segera menghampiri jenazah dan mencium keningnya.
Semua orang yang hadir memutuskan untuk tidak beranjak sebelum mengetahui secara pasti kapan jenazah akan dishalatkan. Mereka ingin memberi penghormatan terakhir kepada jenazah, semua ingin ikut menyalatinya.
Salah seorang petugas tumah sakit menghubungi rumah almarhum. Kami ikut mengantarkan jenazah hingga ke rumah keluarganya. Salah seorang saudaranya mengisahkan ketika kecelakaan, sebetulnya almarhum hendak menjenguk neneknya di desa. Pekerjaan itu rutin ia lakukan setiap hari Senin. Di sana, almarhum juga menyantuni para janda, anak yatim dan orang-orang miskin. Ketika tejadi kecelakaan, mobilnya penuh dengan beras, gula, buah-buahan dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya. Ia juga tak lupa membawa buku-buku agama dan kaset-kaset pengajian. Semua itu untuk dibagi-bagikan kepada orang-orang yang ia santuni. Bahkan ia juga membawa permen untuk dibagi-bagikan kepada anak-anak kecil.
Bila ada yang mengeluhkan-padanya tentang kejenuhan dalam pejalanan, ia menjawab dengan halus. “Justru saya memanfaatkan waktu perjalananku dengan menghafal dan mengulang-ulang bacaan Al-Qur’an, juga dengan mendengarkan kaset-kaset pengajian, aku mengharap ridha Allah pada setiap langkah kaki yang aku ayunkan,” kata almarhum.
Aku ikut menyalati jenazah dan mengantarnya sampai ke kuburan.
Dalam liang lahat yang sempit, almarhum dikebumikan. Wajahnya dihadapkan ke kiblat.
“Dengan nama Allah dan atas ngama Rasulullah”.
Pelan-pelan, kami menimbuninya dengan tanah…Mintalah kepada Allah keteguhan hati saudaramu, sesungguhnya dia akan ditanya…
Almarhum menghadapi hari pertamanya dari hari-hari akhirat…
Dan aku… sungguh seakan-akan sedang menghadapi hari pertamaku di dunia. Aku benar-benar bertaubat dari kebiasaan burukku. Mudah-mudahan Allah mengampuni dosa-dosaku di masa lalu dan meneguhkanku untuk tetap mentaatinya, memberiku kesudahan hidup yang baik (khusnul khatimah) serta menjadikan kuburanku dan kuburan kaum muslimin sebagai taman-taman Surga. Amin…(Azzamul Qaadim, hal 36-42)
»»  yang lain bede'...

Kisah Yang Mengharukan Seorang Ibu Demi Anaknya



Akhwatmuslimah.com – Pada suatu hari, seorang pemuda yang bernama Faizal terlibat dalam kecelakaan. Dia ditabrak oleh sebuah taksi di sebuah jalan raya. Akibat dari kecelakaan itu dia cedera parah. Kepalanya luka, tangannya patah dan perutnya terburai. Setelah dibawa ke rumah sakit, dokter menemukan adanya terlalu parah dan berharap dia tidak ada harapan lagi untuk hidup. Ibunya, Jamilah segera dihubungi dan diberitahu tentang kecelakaan yang menimpa anaknya.
Hampir pingsan Jamilah mendengar berita tentang anaknya itu. Dia segera bergegas ke rumah sakit tempat anaknya dimasukkan. Berlinang air mata ibu melihat kondisi anaknya. Meskipun telah diberitahu bahwa anaknya sudah tiada harapan lagi untuk diselamatkan, Jamilah tetap tidak henti-hentinya berdoa dan bermohon kepada Allah agar anaknya itu selamat.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, kondisi Faizal tidak banyak berubah. Saban hari Jamilah akan datang menj
enguk anaknya itu tanpa jemu. Saban malam pula Jamilah bangun untuk menunaikan shalat malam bertahajjud kepada Allah memohon keselamatan anaknya. Dalam keheningan malam, sambil berlinangan air mata, Jamilah merintih meminta agar anaknya disembuhkan oleh Allah.
Berikut adalah antara doa Jamilah untuk anaknya itu; “Ya Allah ya Tuhanku, kasihanilah aku dan kasihanilah anak aku. Susah payah aku membesarkannya, dengan susu aku yang Engkau anugerahkan kepadaku, aku suapkan ke dalam mulutnya. Ya Allah, aku pasrah dengan apapun keputusan-Mu! Aku red
ho dengan qada ‘dan qadar Mu yaa Allah. “
“Yaa Allah, dengan air mataku ini, aku bermohon kepadaMu, Engkau sembuhkanlah anakku dan janganlah Engkau cabut nyawanya. Aku sangat sayang kepadanya. Aku sangat rindu kepadanya. Susah rasanya bagiku untuk hidup tanpa anakku ini. Mengiang suaranya terdengar di telingaku memanggil-manggil aku ibunya. ” “Ya Allah, tidak ada Tuhan melainkan hanya Engkau saja. Tunjukkanlah kuasa Mu ya Allah. Aku reda kalau anggota badanku dapat didermakan kepadanya agar dengannya dia dapat hidup sempurna kembali. ”
“Ya Allah, aku redho nyawaku Engkau ambil sebagai ganti asalkan Engkau hidupkan anakku. Engkaulah yang Maha segala hal, berkat kebesaran Mu ya Allah, terimalah doaku ini …. aamiin “.
Keyakinan Jamilah terhadap kekuasaan Ilahi sangat kuat meskipun tubuh anaknya hancur cedera dan dikatakan sudah tidak ada harapan lagi untuk hidup. Namun, Allah benar-benar mau menunjukkan kebesaran dan kekuasaan.
Setelah 5 bulan terlantar, akhirnya Faizal menampakkan tanda-tanda kesembuhan dan akhirnya dia sembuh sepenuhnya. Berkat doa seorang ibu yang ikhlas.
Faizal dapat terus hidup sampai berumahtangga dan beranak-pinak. Ibunya, Jamilah semakin hari semakin tua dan uzur.
Suatu hari, Jamilah yang berusia hampir 75 tahun jatuh sakit dan masuk rumah sakit. Awalnya, Faizal masih mengunjungi dan menjaga ibunya di rumah sakit. Tetapi semakin hari semakin jarang dia datang menjenguk ibunya sampai pada suatu h
ari pihak rumah sakit menghubunginya untuk memberitahukan kondisi ibunya yang semakin parah. Faizal segera bergegas ke rumah sakit. Di situ, Faizal temukan kondisi ibunya semakin lemah. Nafas ibunya turun naik. Dokter memberitahu bahwa ibunya sudah tidak ada waktu yang lama untuk hidup. Ibunya akan menghembuskan nafasnya yang terakhir pada setiap saat saja.
Melihat kondisi ibunya yang sedemikian dan konon beranggapan ibunya sedang tersiksa, lantas Faizal terus menadah tangan dan berdoa seperti ini;
“Yaa Allah, seandainya mati lebih baik untuk ibu, maka Engkau matikanlah ibuku! Aku tidak sanggup melihat pende
ritaannya. Yaa Allah, aku akan redho dengan kepergiannya … aamin. ” Begitulah bedanya doa ibu terhadap anak dan doa anak terhadap orang tuanya. Ketika anak sakit, walau seteruk mana sekalipun, walau badan hancur sekalipun, walau anak tinggal nyawa-nyawa ikan sekalipun, namun orang tua akan tetap mendoakan semoga anaknya diselamatkan dan dipanjangkan umur.
Tetapi anak-anak yang dikatakan ‘baik’ pada hari ini akan mendoakan agar ibu atau bapaknya yang sakit agar segera diambil oleh ALLAH, padahal orang tua itu baru saja sakit. Mereka meminta pada Allah agar segera menonaktifkan ibu atau bapaknya karena konon sudah tidak tahan melihat ‘penderitaan’ orang tuanya.
»»  yang lain bede'...

Kisah Nyata Mengharukan: Mendengar Jeritan Anak Di Saat Sholat



Akhwatmuslimah.com – Umur siapa yang tahu, demikian juga seorang pemuda, bagaimanapun kuatnya juga tak bisa mengelak dari hal tersebut. Kisah nyata ini diceritakan sendiri oleh pelakunya dan pernah disiarkan oleh Radio Al Qur’an di Makkah al Mukarramah.
Kisah ini terjadi pada musim haji dua tahun yang lalu di daerah Syu’aibah, yaitu daerah pesisir pantai laut merah, terletak 110 Km di Selatan Jeddah. Pemilik kisah ini berkata: Ayahku adalah seorang imam masjid, namun demikian aku tidak shalat. Beliau selalu memerintahkan aku untuk shalat setiap kali datang waktu shalat. Beliau membangunkan ku untuk shalat subuh. Akan tetapi aku berpura-pura seakan-akan pergi ke masjid padahal tidak. Bahkan aku hanya mencukupkan diri dengan berputar-putar naik mobil hingga jama’ah selesai menunaikan shalat. Keadaan yang demikian terus berlangsung hingga aku berumur 21 tahun.
Pada seluruh waktuku yang telah lewat tersebut aku jauh dari Allah dan banyak bermaksiat kepada-Nya. Tetapi meskipun aku meninggalkan shalat, aku tetap berbakti kepada kedua orang tuaku. Inilah sekelumit dari kisah hidupku di masa lalu.
Pada suatu hari, kami sekelompok pemuda bersepakat untuk pergi rekreasi ke laut. Kami berjumlah lima orang pemuda. Kami sampai di pagi hari, lalu membuat tenda di tepi pantai. Seperti biasanya kamipun menyembelih kambing dan makan siang. Setelah makan siang, kamipun mempersiapkan diri turun ke laut untuk menyelam dengan tabung oksigen. Sesuai aturan, wajib ada satu orang yang tetap tinggal di luar, di sisi kemah, hingga dia bisa bertindak pada saat para penyelam itu terlambat datang pada waktu yang telah ditentukan.
Akupun duduk, dikarenakan aku lemah dalam penyelaman. Aku duduk seorang diri di dalam kemah, sementara disamping kami juga terdapat sekelompok pemuda yang lain. Saat datang waktu shalat, salah seorang diantara mereka mengumandangkan adzan, kemudian mereka mulai menyiapkan shalat. Aku terpaksa masuk ke dalam laut untuk berenang agar terhindar dari kesulitan yang akan menimpaku jika aku tidak shalat bersama mereka. Karena kebiasaan kaum muslimin di sini adalah sangat menaruh perhatian terhadap shalat berjamaah dengan perhatian yang sangat besar, hingga menjadi aib bagi kami jika seseorang shalat fardhu sendirian.
Aku sangat mahir dalam berenang. Aku berenang hingga merasa kelelahan sementara aku berada di daerah yang dalam. Aku memutuskan untuk tidur di atas punggungku dan membiarkan tubuhku hingga bisa mengapung di atas air. Dan itulah yang terjadi. Secara tiba-tiba, seakan-akan ada orang yang menarikku ke bawah… aku berusaha untuk naik…..aku berusaha untuk melawan….aku berusaha dengan seluruh cara yang aku ketahui, akan tetapi aku merasa orang yang tadi menarikku dari bawah menuju ke kedalaman laut seakan-akan sekarang berada di atasku dan menenggelamkan kepalaku ke bawah. Aku berada dalam keadaan yang ditakuti oleh semua orang. Aku seorang diri, pada saat itu aku merasa lebih lemah daripada lalat. Nafaspun mulai tersendat, darah mulai tersumbat di kepala, aku mulai merasakan kematian! Tiba-tiba, aku tidak tahu mengapa…aku ingat kepada ayahku, saudara-saudaraku, kerabat-kerabat dan teman-temanku… hingga karyawan di toko pun aku mengingatnya.Setiap orang yang pernah lewat dalam kehidupanku terlintas dalam ingatanku…semuanya pada detik-detik yang terbatas…kemudian setelah itu, aku ingat diriku sendiri..!.!! Mulailah aku bertanya kepada diriku sendiri…apa engkau shalat? Tidak. Apa engkau puasa? Tidak. Apa engkau telah berhaji? Tidak. Apa engkau bershadaqah? Tidak. Engkau sekarang di jalan menuju Rabbmu, engkau akan terbebas dan berpisah dari kehidupan dunia, berpisah dari teman-temanmu, maka bagaimana kamu akan menghadap Rabb-mu?
Tiba-tiba aku mendengar suara ayahku memanggilku dengan namaku dan berkata: “Bangun dan shalatlah.” Suara itupun terdengar di telingaku tiga kali. Kemudian terdengarlah suara beliau adzan. Aku merasa dia dekat dan akan menyelamatkanku. Hal ini menjadikanku berteriak menyerunya dengan memanggil namanya, sementara air masuk ke dalam mulutku. Aku berteriak….berteriak…tapi tidak ada yang menjawab. Aku merasakan asinnya air di dalam tubuhku, mulailah nafas terputus-putus. Aku yakin akan mati, aku berusaha untuk mengucapkan syahadat….kuucapkan Asyhadu…Asyhadu…aku tidak mampu untuk menyempurnakannya, seakan-akan ada tangan yang memegang tenggorokanku dan menghalangiku dari mengucapkannya. Aku merasa bahwa nyawaku sudah dalam perjalanan keluar dari tubuhku. Akupun berhenti bergerak…inilah akhir dari ingatanku.
Aku terbangun sementara kau berada di dalam kemah…dan di sisiku ada seorang tentara dari Khafar al Sawakhil (penjaga garis batas laut), dan bersamanya para pemuda yang tadi mempersiapkan diri untuk shalat. Saat aku terbangun, tentara itu berkata:”Segala puji bagi Allah atas keselamatan ini.” Kemudian dia langsung beranjak pergi dari tempat kami.
Aku pun bertanya kepada para pemuda tentang tentara tersebut. Apakah kalian mengenalnya? Mereka tidak mengetahuinya, dia datang secara tiba-tiba ke tepi pantai dan mengeluarkanmu dari laut, kemudian segera pergi sebagaimana engkau lihat, kata mereka. Akupun bertanya kepada mereka: “Bagaimana kalian melihatku di air?” Mereka menjawab,”Sementara kami di tepi pantai, kami tidak melihatmu di laut, dan kami tidak merasakan kehadiranmu, kami tidak merasakannya hingga saat tentara tersebut hadir dan mengeluarkanmu dari laut.”
Perlu diketahui bahwa jarak terdekat denga Markas Penjaga Garis Laut adalah sekitar 20 Km dari kemah kami, sementara jalannya pun jalan darat, yaitu membutuhkan sekitar 20 menit hingga sampai di tempat kami sementara peristiwa tenggelam tadi berlangsung dalam beberapa menit. Para pemuda itu bersumpah bahwa mereka tidak melihatku. Maka bagaimana tentara tersebut melihatku?
Demi Rabb yang telah menciptakanku, hingga hari ini aku tidak tahu bagaimana dia bisa sampai kepadaku. seluruh peristiwa ini terjadi saat teman-temanku berada dalam penyelaman di laut. Ketika aku bersama para pemuda yang menengokku di dalam kemah, HP-ku berdering. segera HP kuangkat, ternyata ayah yang menelepon. Akupun merasa bingung, karena sesaat sebelumnya aku mendengar suaranya ketika aku di kedalaman, dan sekarang dia menelepon? Aku menjawab….beliau menanyai keadaanku, apakah aku dalam keadaan baik? Beliau mengulang-ulangnya, berkali-kali. Tentu saja aku tidak mengabarkan kepada beliau, supaya tidak cemas.
Setelah pembicaraan selesai aku merasa sangat ingin shalat. Maka aku berdiri dan shalat dua rakaat, yang selama hidupku belum pernah aku lakukan. Dua rakaat itu aku habiskan selama dua jam. Dua rakaat yang kulakukan dari hati yang jujur dan banyak menangis di dalamnya. Aku menunggu kawan-kawanku hingga mereka kembali dari petualangan. Aku meminta izin pulang duluan. Akupun sampai di rumah dan ayahku ada di sana. Pertama kali aku membuka pintu, beliau sudah ada di hadapanku dan berkata: “Kemari, aku merindukanmu!” Akupun mengikutinya, kemudian beliau bersumpah kepadaku dengan nama Allah agar aku mengatakan kepada beliau tentang apa yang telah terjadi padaku di waktu Ashar tadi.
Akupun terkejut, bingung, gemetar dan tidak mampu berkata-kata. Aku merasa beliau sudah tahu. Beliau mengulangi pertanyaannya dua kali. Akhirnya aku menceritakan apa yang terjadi padaku. Kemudian beliau berkata:”Demi Allah, sesungguhnya aku tadi mendengarmu memanggilku, sementara aku dalam keadaan sujud kedua pada akhir shalat Ashar, seakan-akan engkau berada dalam sebuah musibah. Engkau memanggil-manggilku dengan teriakan yang menyayat-nyayat hatiku. Aku mendengar suaramu dan aku tidak bisa menguasai diriku hingga aku berdo’a untukmu dengan sekeras-kerasnya sementara manusia mendengar do’aku. Tiba-tiba, aku merasa seakan-akan ada seseorang yang menuangkan air dingin di atasku. Setelah shalat, aku segera keluar dari masjid dan menghubungimu. Segala puji bagi Allah, aku merasa tenang bagitu mendengar suaramu. Akan tetapi wahai anakku, engkau teledor terhadap shalat. Engkau menyangka bahwa dunia akan kekal bagimu, dan engkau tidak mengetahui bahwa Rabbmu berkuasa merubah keadaanmu dalam beberapa detik. Ini adalah sebagian dari kekuasaan Allah yang Dia perbuat terhadapmu. Akan tetapi Rabb kita telah menetapkan umur baru bagimu.
Saat itulah aku tahu bahwa yang menyelamatkan aku dari peristiwa tersebut adalah karena Rahmat Allah Ta’ala kemudian karena do’a ayah untukku. Ini adalah sentuhan lembut dari sentuhan-sentuhan kematian. Allah Ta’ala ingin memperlihatkan kepada kita bahwa betapapun kuat dan perkasanya manusia akan menjadi makhluk yang paling lemah di hadapan keperkasaan dan keagungan Allah Ta’ala.
Maka semenjak hari itu, shalat tidak pernah luput dari pikiranku. Alhamdulillah. Wahai para pemuda, wajib atas kalian taat kepada Allah dan berbakti kepada kedua orang tua. Ya Allah, ampunilah kami dan kedua orang tua kami, terimalah taubat kami dan taubat mereka dan rahmatilah mereka dengan rahmat-Mu.Semoga menjadi pelajaran bagi kita semua, jangan sekali-kali mengabaikan kewajiban ibadah kita walaupun kelihatannya sepele.
»»  yang lain bede'...